Anak adalah anugrah yang sangat
besar bagi semua keluarga. Siapa pun dan dimana pun ketika menapaki jenjang
keluarga pasti mendambakan anak. Kehadiran anak seakan melengkapi kehidupan.
Selain mempererat hubungan antaranggota keluarga, anak juga merupakan generasi
penerus kita.
 |
jarak antara orang tua dan anak semakin renggang seiring bertambah usia anak |
Pada sisi lain, anak juga ujian
dari Allah Swt. Firmannya, “dijadikannya indah pada (pandangan) manusia
kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu : wanita-wanita, anak-anak, harta
yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat
kembali yang baik (surga) (QS. Ali-Imran [3] : 140). Ujian atau cobaan ini bisa
kita artikan sebagai tantangan. Anak merupakan aset yang sangat berharga yang
dapat memberikan kebahagiaan dunia akhirat jika kita bisa melewati tantangan
itu.
Jika salah menyikapinya,
terjerumuslah kita kedalam kemurkaan Allah Swt. Namun sebaliknya, keberhasilan
kita menyikapi kehadiran anak akan dibalas oleh Allah Swt dengan
kenikmatan-kenikmatan lainnya yang lebih dahsyat.
Fenomena Saat
Ini
Masih ingat kasus anak-anak
Sekolah Menengah Atas (SMA) di Pati, Jawa Timur? Sejumlah anak peremppuan yang
menamakan kelompoknya Geng Nero itu membuat kehebohan dengan video penganiayaan
terhadap temannya sendiri. Pada video yang beberapa waktu lalu kerap
ditayangkan di televisi-televisi nasional itu terlihat sekelompok anak
perempuan mengeroyok, memukuli, menendang, menjambak, dan menyiksa seorang anak
perempuan yang mereka anggap mengganggu aktivitas geng mereka.
Masya Allah, kejadian ini
membuat kita para orang tua miris melihatnya. Apa gerangan yang terjadi dengan
anak-anak kita? Kasus ini bukan fenomena sesaat yang tidak representatif.
Menurut para pengamat dan sosiolog, ini adalah puncak gunung es yang memaksa
masyarakat membuka mata melihat fenomena kehidupan anak-anak yang sesungguhnya
sudah sangat parah.
Bulan Juli ini ada dua momen
bagi kita bangsa Indonesia untuk kembali merenungkan betapa kita telah lalai
dalam mengurus anak. Tanggal 1 Juli kita memperingatkan Hari Anak-Anak
Indonesia dan tanggal 23 Juli adalah Hari Anak Nasional. Dua hari tersebut
bukan hanya sebagai momen hajatan anak-anak, tapi saat itu adalah refleksi bagi
orang tua untuk kembali memperhatikan anak-anaknya.
Walau bagaimanapun, anak adalah
titipan Allah Swt yang harus dijaga. Anak tidak akan menjadi apa pun jika orang
tua (beserta lingkungannya) tidak mewarnainya. Rasullah Saw bersabda, “setiap
anak lahir dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanya-lah yang menjadikan
Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Bukhari). Oleh sebab itu, kini orang tua
harus menyadari bahwa hidupnya adalah untuk membina generasi penerus bangsa,
umat dan agama, yaitu anak.
Pola
Pengasuhan
Banyak orang tua rela berkorban
untuk anaknya. Mereka melakukan apapun demi kebahagiaan anaknya. Bahkan, tidak
sedikit orang tua yang habis-habisan dalam membela anaknya. Anak menjadi manja
dan tidak mandiri. Tentu tidak seperti ini seharusnya orang tua berbuat.
Pendidikan yang diajarkan dalam
Isalm bukan memanjakan, membuat anak terus senang, membuat anak selalu
terpenuhi segala kebutuhannya. Islam mengajarkan kepada kita untuk melatih anak supaya berakidah dengan
yang benar, berakhlak mulia, mandiri, bertanggung jawab, peka terhadap
lingkungan, dan mena’ati orang tua. Sebagaimana ajaran lukman terhadap anaknya.
Firman Allah Swt,” dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, di
waktu dia memberi pelajaran kepada
anaknya, “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar
kedzaliman yang besar (QS. Lukman [31] : 13).
Hal yang paling utama dan harus
pertama kali ditanamkanpada anak adalah akidah yang benar, tauhidullah. Anak
harus yakin dan percaya terhadap ketauhidan Allah. Ketika keyakinan ini sudah
tertanam, fase berikutnya dalam mendidik anak akan lebih mudah.
Dianugrahi anak bukan berarti
kita diberi kewenangan penuh untuk memilikinya.
Anak sekadar titipan sementara
dari Allah, jangan sampai kita mencintai anak melebihi kecintaan kita terhadap
Allah. Dalam mencintai apapun selain kepada Allah dan Rasul-Nya kita harus
memberikan kadar yang sedikit. Bila kita terlalu mencintai titipan Allah, bisa
jadi malah membawa kenistaan.
Kita tidak tahu apa yang kita
cintai itu berakibat baik atau buruk. Begitu pun sebaliknya, kita tidak tahu
apa yang kita benci itu berakibat baik atau buruk. Sehingga Allah Swt
berfirman, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu,padahal ia amat baik bagimu, dan
boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah
mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah [2] : 216).
Bahkan Ali ra pun pernah
berpesan,” Cintailah kecintaanmu sedang-sedang saja, siapa tahu kelak menjadi
hal yang kau benci. Bencilah musuhmu sedang-sedang saja, siapa tahu kelak dia
menjadi kecintaanmu...” Pesan ini mengisyaratkan kepada kita pesan seperti
ini,”Jangan cintai anakmu..sedangkan engkau melalaikan Allah dan Rasul-Nya..”
Oleh karena itu, mari kita syukuri anugrah anak sebagai sebuah aset yang kita
didik menjadi generasi terbaik sepanjang zaman.